Minggu, 22 Maret 2009

Lamunisasi sebagai upaya membudidayakan biota laut

ABSTRAK

Faricha, Rizka, 2007.LAMUNISASI SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN BIOTA LAUT. Karya Ilmiah Remaja Bidang Perikanan dan Kelautan 2007. SMP N 1 Tuban Jatim.

Kata kunci : Lamun, budidaya

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Lamun sering tumbuh di perairan dangkal yang memiliki substrat dasar karang, berpasir atau berlumpur. Biasanya lamun juga tumbuh di terumbu karang. Lamun harus dibudidayakan karena lamun memiliki banyak manfaat bagi biota laut maupun kehidupan manusia. Manfaat lamun diantaranya sebagai pelestari biota laut, sebagai produsen primer, sebagai habitat biota, sebagai penangkap sedimen, sebagai pendaur zat hara, sebagai bahan baku pangan dan pupuk hijau, disamping itu, lamun juga berpotensi sebagai sumber makanan kesehatan (obat-obatan).

Dari alasan-alasan di atas, kita khususnya warga Tuban, harus selalu melestarikan biota laut. Yaitu dengan cara membudidayakan lamun itu sendiri. Dalam Karya Ilmiah ini, penulis menggunakan dua cara untuk membudidayakan lamun. Yaitu dengan metode lepas dasar dan metode Artificial reef (terumbu karang buatan). Pada metode lepas dasar, caranya adalah : pertama, ikatkan bibit pada tali ris (dapat disiapkan di darat) di tempat yang terlindung matahari maupun hujan. Lalu, ikatkan bibit seberat 100 g pada tali rafia, kemudian ikatkan rumpun bibit tersebut pada tali ris dengan jarak antara ikatan lamun sekitar 25 cm. Kemudian, pancangkan patok-patok (tiang kayu atau bambu) pada dasar perairan. Bentangkan tali utama diantara dua patok pada ketinggian sekitar 20-30 cm di atas dasar perairan. Dan yang terakhir,rentangkan tali ris pada tali utama dengan jarak antara tali ris sekitar 25 cm sehingga jarak tanam antar rumpun lamun sekitar (25x25) cm. Sedangkan untuk metode yang kedua yaitu dengan membuat terumbu karang buatan yang setelah 20 tahun akan ditumbuhi lamun.

Pada umumnya, cara yang kedua ini memag lebih lama. Tetapi, bila menggunakan metode Artificial reef, dengan kata lain kita juga melestarikan pantai dengan cara membuat terumbu karang buatan yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan. Disisi lain, bila kita menggunakan metode lepas dasar berarti pada awalnya kita telah berniat untuk membudidayakan lamun. Karena dengan membudidayakan lamun kita bisa mendapatkan manfaat yang sangat berarti dalam kehidupan ini. Wallahua’lam.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad– jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut yang saling berkesinambungan.

Pada tahun belakangan ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Laut merupakan penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang.

Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, dimana secara ekologis lamun mempunyai bebrapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Biomassa padang lamun secara kasar berjumlah 700 g bahan kering/m2, sedangkan produktifitasnya adalah 700 g karbon/m2/hari. Oleh sebab itu padang lamun merupakan lingkungan laut dengan produktifitas tinggi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana manfaat lamun yang sesungguhnya ?

2. mengapa lamun dapat punah / hilang ?

3. Bagaimana cara membudidaya lamun ?

C. HIPOTESIS

Setelah melihat hal – hal yang telah diuraikan diatas, penulis dapat mengambil suatu hipotesis yaitu : “Lamun merupakan sumber daya yang harus dibudidayakan guna mengoptimalkan manfaatnya”. Dengan membudi daya lamun, kita dapat melestarikan lamun yang memiliki banyak manfaat.

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian yang telah penulis laksanakan adalah untuk menjaga lingkungan hidup agar tetap terjaga khususnya pada ekosistem pantai dan laut. Karena unsur-unsur tersebut sangat berguna bagi kehidupan makhluk hidup.

E. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mencegah kerusakan dan kepunahan lamun (seagrass) yang memiliki peran penting bagi kehidupan organisme laut dan bahkan manusia.

Selain itu, juga dapat menjadi masukan bagi seluruh masyarakat Tuban untuk membudi dayakan dan menjaga kelestarian lamun sejak dini. Karena lamun memiliki banyak manfaat misalnya :

  • Sebagai produsen primer

  • sebagai habitat biota

  • Sebagai penangkap sedimen

  • Sebagai pendaur zat hara

F. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah seluruh warga Tu

ban khususnya yang bertempat tinggal di sekitar laut dan pantai karena mereka dapat mereka ebih dominan untuk berhubungan langsung dengan habitat lamun (seagrass).

Selain itu juga ditujukan kepada seluruh warga Tuban agar menjaga kelestarian lamun dengan baik.

G. PENJELASAN ISTILAH

1. Lamun (seagrass) : Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah.

2. Budi daya : melestarikan dan mengembangbiakkan lamun agar tidak punah.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Lamun (Seagrass)

Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, dimana secara ekologis lamun mempunyai bebrapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Menurut Nybakken (1988), biomassa padang lamun secara kasar berjumlah 700 g bahan kering/m2, sedangkan pro

duktifitasnya adalah 700 g karbon/m2/hari. Oleh sebab itu padang lamun merupakan lingkungan laut dengan produktifitas tinggi.

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) y

ang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae) (Wood et al. 1969; Thomlinson 1974; Askab 1999). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili yaitu : Hydrocharitacea ( 9 marga, 35 jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis). Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis,

Cymodoceae serulata, dan Thallasiadendron ciliatum Dari beberpa jenis lamun, Thalasiadendron ciliatum mempunyai sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya, Belitung dan Lombok. Begitu pula Halophila decipiens baru ditemukan di Teluk Jakarta, Teluk Moti-Moti dan Kepulaun Aru (Den Hartog, 1970; Askab, 1999; Bengen 2001).

Menurut Nontji (1987), lamun hidup di perairan dangkal yang agak

berpasir sering dijumpai di terumbu karang, lamun umumnya membentuk padang yang luas di dasar laut yang masih dapat di jangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Padang lamun merupakan ekosistem yang sangat tinggi produktifitas organiknya. Ke dalam air dan pengaruh pasang surut serta struktur substrat mempengaruhi zona sebagian jenis lamun dan bentuk pertu

mbuhannya.

Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai substrat yang berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang khas lebih sering ditemukan di substrat lumpur berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang.

Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas o

rganiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska ( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Ekinodermata ( Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).

Lamun, merupakan bagian dari beberapa ekosistem dari

wilayah pesisir dan lautan perlu dilestarikan, memberikan kontribusi pada peningkatan hasil perikanan dan pada sektor lainya seperti pariwisata. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian khusus seperti halnya ekosistem lainnya dalam wilayah pesisir untuk mempertahankan kelestariannya melalui pengelolaan secara terpadu. Secara langsung dan tidak langsung memberikan manfaat untuk meningkatkan perekonomian terutama bagi penduduk di wilayah pesisir.

Mengingat pentingnya peranan lamun bagi ekosistem di laut dan semakin besarnya tekanan ganguan baik oleh ketifitas manusia maupun akibat alami, maka perlu diupayakan usaha pelestarian lamun melalui pengelolaan yang baik pada ekosistem padang lamun.

2. PEMANFAATAN LAMUN

Di daerah padang lamun, organisme melimpah, karena lamun digunakan sebagai perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya mapupun epifit atau detritus. Jenis-jenis polichaeta dan hewan–hewan ne

kton juga banyak didapatkan pada padang lamun. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun juga memproduksi sejumlah besar bahan bahan organik sebagai substrat untuk algae, epifit, mikroflora dan fauna.

Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, menurut hasil penelitian diketahui

bahwa peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut:

2.1 Sebagai produsen primer

Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer et al. 1975).

2.2 Sebagai habitat biota

Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan–ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977).

2.3 Sebagai penangkap sedimen

Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang diseb

abkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi ( Gingsburg & Lowestan 1958).

2.4 Sebagai pendaur zat hara

Lamun memegang peranan penting dalam pendauran barbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit.

Sedangkan menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif.

Ekosistem lamun perairan dangkal mempunyai fungsi antara lain:

1. Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui I tekanan–tekanan dari arus dan gelombang.

2. Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi.

3. Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun.

4. Daun–daun sangat membantu organisme-organisme epifit.

5. Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.

6. Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.

Selanjutnya dikatakan Philips & Menez (1988), lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupuin secara modern.

Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk :

1. Digunakan untuk kompos dan pupuk

2. Cerutu dan mainan anak-anak

3. Dianyam menjadi keranjang

4. Tumpukan untuk pematang

5. Mengisi kasur

6. Ada yang dimakan

7. Dibuat jaring ikan

Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan untuk:

1. Penyaring limbah

2. Stabilizator pantai

3. Bahan untuk pabrik kertas

4. Makanan

5. Obat-obatan

6. Sumber bahan kimia.

Lamun kadang-kadang membentuk suatu komunitas yang merupakan habitat bagi berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat memperlambat gerakan air.

bahkan ada jenis lamun yang dapat dikonsumsi bagi penduduk sekitar pantai. Keberadaan ekosistem padang lamun masih belum banyak dikenal baik pada kalangan akdemisi maupun masyarakat umum, jika dibandingkan dengan ekosistem lain seperti ekosistem terumnbu karang dan ekosistem mangrove, meskipun diantara ekosistem tersebut di kawasan pesisir merupakan satu kesatuan sistem dalam menjalankan fungsi ekologisnya. Ekosistem padamg lamun memiliki atribut ekologi yang penting yang

berhubungan dengan sifat fisika, kimia dan proses biologi antar ekosistem di wilayah pesisir dan proses keterkaitan ke tiga ekosistem ini dijelaskan pada gambar 1.

Gambar 1. Model interaksi tiga ekosistem utama di wilayah pesisir yaitu: ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang (Bengen,

2001).

Serasah yang dihasilkan oleh lamun (gambar 2) merupakan sumber makanan bagi kehidupan berbagai komunitas organisme di ekosistem padang lamun seperti komunitas Crustacea, ikan – ikan kecil, udang batu dan ikan besar, salah satu jenis ikan yang ketergantungan cukup tinggi dengan lamun adalah dugong dan penyu hijau. Lamun dapat memproduksi 65-85 % bahan organik dalam bentuk detritus dan disumbangkan keperairan adalah sebanayak 10-20% (Keough, et al. 1995)

Ekosistem padang lamun yang memiliki produktivitas yang tinggi, memiliki peranan dalam sestem rantai makanan khususnya pada periphyton dan epiphytic dari detritus yang dihasilkan dan serta lamun mempunyai hubungan ekologis dengan ikan melalui rantai makanan dari produksi biomasanya seperti yang diisajikan pada gambar 2.

Gambar 3. Aliran energi pada aktivitas makan populasi Siganus canaliculatus di Teluk Bay, Philipina.

Keterkaitan lamun dengan ikan Siganus canaliculatus (gambar 3) menjelaskan tentang peranan lamun sebagai tempat ikan mencari makan, dalam hal ini lamun di lingkungan pesisir dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan plankton yaitu : mensuplai makanan dan zat hara ke ekosistem perairan, membentuk sedimen dan berinteraksi dengan terumbu karang, memberikan tempat untuk berassosiasinya berbagai flora dan fauna dan mengatur pertukaran air( Fortes 1989).

2.5 Sebagai Bahan Baku Pakan dan Pupuk Hijau

Pemanfaatan lamun secara langsung di berbagai negara sudah banyak dilakukan. Di Denmark, lamun digunakan untuk menggantikan pakan bagi hewan dan komponen pupuk di daerah pesisir. Di Florida lamun digunakan sebagai pupuk untuk menghasilkan tomat dan stroberi dalam jumlah besar. Sedangkan di Jerman, lamun digunakan untuk bahan baku pembuatan kertas dan bahan pengganti dalam pabrik nitro selulosa. Berbeda dengan di negara-negara yang disebutkan tadi, di Amerika Serikat lamun digunakan untuk bahan mencegah kebakaran (Dahuri, 2003).

Departemen Kelautan dan Perikanan lewat PROTEKAN dengan anggaran APBN sekitar 4 triliun untuk memanfaatkan potensi ekosistem padang lamun sebagai lahan budidaya laut yang hampir mencapai 2,01 juta hektar. Ngangi (2003), produksi ikan dari hasil budidaya adalah 2 juta ton/100 ribu ha/tahun. Bisa dibayangkan jumlah kebutuhan pakan ikan untuk keseluruhan lahan jika dikembangkan, misalnya ikan kerapu tikus (Chromileptes altivelis) untuk mencapai ukuran konsumsi (500 g/ekor) membutuhkan 6 kg pakan.

Dengan jumlah pakan yang sedemikian besar maka tujuan pembudidayaan ikan yaitu mengurangi hasil tangkapan di laut dikhawatirkan akan lebih memacu ke usaha penangkapan untuk memenuhi pakan segar bagi ikan budidaya. Maka perlu dicari alternatifnya, yaitu pemberian pakan buatan. Keuntungan pakan buatan adalah: tersedia dalam jumlah yang banyak, dapat disimpan, nutrisi tinggi, nilai efisiensi tinggi, & nilai ubah pakan yang rendah.

Pakan buatan membutuhkan bahan-bahan baku sebagai penyusunnya, baik bahan baku hewani maupun nabati. Sampai saat ini kendala pembuatan pakan adalah mahalnya tepung ikan. Untuk itu dicari bahan baku yang dapat mensubstitusi tepung ikan. Syarat bahan baku adalah: tersedia dalam jumlah yang banyak, bernutrisi tinggi, tidak beracun, dan bukan sebagai saingan konsumsi manusia.

Hasil penelitian, bahan baku nabati yang bisa mensubstitusi tepung ikan adalah: biji pepaya, daun mengkudu, daun bakau, dan sebagainya. Pakan buatan tersebut dapat diberikan pada ikan-ikan herbivora atau omnivora. Peluang memanfaatkan lamun sebagai bahan dasar pakan buatan sangat besar. Hal ini didukung oleh kandungan nutrisi dan kelimpahannya.

2.6 Lamun berpotensi sebagai sumber makanan kesehatan

Lamun (seagrass) memiliki kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat. Sehingga lamun dapat dijadikan sebagai sumber makanan kesehatan dan obat-obatan. Demikian hasil penelitian tentang “Potensi Berbagai Jenis Lamun sebagai Sumber Makanan Kesehatan dengan Analisa Proksimat yang dilakukan oleh tiga orang peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP) (Dra. Wilis Ari Setyati, MSi., Drs. Ali Ridlo, Msi. Dan Drs. Subagiyo, Msi.). Sumber makanan kesehatan bukan nutrisi, tapi lambat laun bisa sebagai daya tahan penyakit degeneratif atau infeksi. Secara tradisional lamun dimanfaatkan untuk pakan ternak saat tidak ada rumput di Jepara. Siapa tahu juga bisa dimanfaatkan untuk manusia.

Kandungan nutrisi hasil analisa proksimat lamun di pantai Bandengan, Jepara, Jawa Tengah :

Lamun

Protein

Gula pereduksi

Lemak

Abu

Serat Kasar

(% berat kering)

Enhalus acoroides

7,65

1,00

6,13

68,14

19,92

Thalassia hemprichii

8,35

1,10

7,38

62,43

17,27

Cymodocea serrulata

9,39

0,91

7,81

67,09

19,25

Syringodium foliforme

5,52

2,19

4,71

70,62

12,16

Halodule uninervis dan Thalassodendrom ciliatum.

Tidak dilakukan analisa proksimat

Namun untuk pengembangannya perlu diperhatikan mengenai konservasi lamun itu sendiri. Diharapkan untuk pengembangannya dilakukan pengadaan lamun secara kultur jaringan agar tidak merusak ekosistem lamun di pantai bila dieksploitasi lebih besar lagi.

Yang melatarbelakangi penelitian tersebut adalah bahwa lamun (seagrass) telah dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan obat-obatan secara tradisional. Selain itu lamun seperti organisme yang lain, memproduksi berbagai produk alam metabolit primer dan sekunder, sehingga lamun sangat prospektif digunakan sebagai sumber obat-obatan dan sebagai makanan kesehatan. Sebagai makanan kesehatan lamun dapat digunakan untuk mencegah berbagai penyakit degenaratif.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari status nutrisi berbagai jenis lamun yang terdapat di perairan Jepara berdasarkan analisis proksimat (total karbohirat, serat, lemak dan protein).

Sampel jenis-jenis lamun yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi menurut Amadja dkk (1996). Analisis nutrisi dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Semarang, menggunakan metode dan prosedur seperti yang biasa dilakukan di Laboratorium tersebut.

Ada empat aspek nutrisi yang akan dianalisis yaitu kadar protein, karbohidrat, lipid dan serat.

Hasil penelitian menunjukkan ada enam jenis lamun yang tumbuh di perairan Bandengan Jepara, yaitu : Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Syringodium foliforme, Halodule uninervis dan Thalassodendrom ciliatum. Kepadatan keenamnya berturut-turut 109,00 ind/m2, 106,87 ind/m2, 89,35 ind/m2, 82,97 ind/m2, 73,65 ind/m2 dan 18,75 ind/m2.

3. AREAL BUDIDAYA LAUT (MARIKULTUR)

Mulai tahun 2005 mendatang akan terjadi kelangkaan ikan di pasar dunia yaitu mencapai 30 juta ton/tahun. Kelangkaan itu terjadi menyusul adanya kebijakan penghentian sementara penangkapan ikan (moratorium) di kawasan Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Cina dan sejumlah negara produsen lainnya oleh pemerintah setempat. Hingga tahun 2001 volume produksi ikan dunia sekitar 115 juta ton/tahun. Indonesia, hingga tahun tersebut hanya mampu memproduksi ikan sekitar 4 juta ton/tahun (Ikawati, 2003). Menurut data Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2003), potensi lestari produksi perikanan Indonesia mencapai 6.7 juta ton/tahun.

Potensi yang dapat dikembangkan adalah budidaya ikan di karamba jaring apung (Kajapung – KJA) dan budidaya rumput laut dengan metode tali tunggal permukaan. Usaha ini bila dimanfaatkan dengan baik sangat penting artinya bagi peningkatan produksi perikanan, kesempatan kerja, pendapatan nelayan dan devisa negara. Peluang pengembangannya dapat dilihat dari potensi sumberdaya alam, sumberdaya alam dan pasar.

Kegiatan budidaya perikanan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sumber air menyangkut kualitas dan kuantitasnya, potensi/ketersediaan lahan menyangkut topografi, tekstur dan kesuburannya yang diperkirakan dapat dimanfaatkan bagi usaha budidaya. Indonesia memiliki potensi budidaya laut yang cukup besar. Berdasarkan hitungan sekitar 5 km dari garis pantai ke arah laut, potensi lahan kegiatan budidaya berbasis laut diperkirakan sekitar 24.53 juta ha, dan khusus untuk budidaya karamba jaring apung 2.01 juta ha. Komoditas yang dapat dibudiayakan pada areal tersebut: ikan kakap, kerapu, tiram, kerang darah, teripang, kerang mutiara dan abalone serta rumput laut (Dahuri, 2002).

4. Pengelolaan Padang Lamun

Permasalahan dan isu pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan dalam hal ini ekosistem padang lamun, secara umum sedang dihadapi di Indonesia, bahkan juga sama dengan yang terjadi di beberapa negara berkembang lainnya. Walaupun dalam skala mikro bisa jadi tidak terlalu persis karena perbedaan sosial ekonomi dan budaya. Karena itu, isu persoalan seperti kemiskinan, konflik interes antar lembaga, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, pencemaran laut dan pesisir, keterbatasan dana pengelolaan merupakan persoalan yang sedang dihadapi. (PKSPL, 1999).

Disadari bahwa padang lamun memberikan banyak manfaat bagi manusia. Dengan demikian, mempertahankan areal-areal padang lamun, termasuk tumbuhan dan hewannya, sangat penting untuk pembangunan ekonomi dan sosial. Namun, akhir-akhir ini, tekanan penduduk semakin meningkat akan sumberdaya laut menjadi faktor utama dalam perubahan lingkungan ekosistem di laut.

Yang menjadi kelemahan adalah bahwa selama ini banyak masyarakat yang menganggap bahwa areal pesisir mutlak merupakan milik umum yang sangat luas yang dapat mengakomodasi segala bentuk kepentingan termasuk kegiatan yang berbahaya sekalipun. Ini suatu kelemahan cara berpikir dan pengetahuan yang dapat mengancam keberlangsungan sumber daya pesisir dan laut salah satunya adalah ekosistem padang lamun. Meskipun telah banyak produk hukum yang jelas–jelas mengatur bahwa tidak ada satu orang ataupun kelompok yang dapat semena-mena memanfaatkan dan mengelola kawasan pesisir ini, tetapi penegakkannya melalui pengenaan sanksi yang tegas dan transparan belum berjalan sebagaimana mestinya.

Meskipun beberapa areal ekosistem pesisir termasuk areal padang lamun di Indonesia telah dimasukan ke dalam suatu kawasan lindung, namun pada kenyataan di lapangan menunjukkan banyak diantaranya yang masih mendapat tekanan yang cukup berarti. Sebagai upaya pemecahan, kini pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan instansi terkait lainnya berusaha mengembangkan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak, yaitu Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu atau Integrated Coastal Management (ICM).

Pengeloaan pesisir secara terpadu memerlukan justifikasi yang bersifat komprehensip dari subsistem-subsistem yang terlibat di dalamnya. misalnya implikasi terhadap lingkungan, ekologi, ekonomi dan sosial budaya dalam perspektif mikro maupun makro. Pembangunan hendaknya mempertimbangkan keterpaduan antar unsur ekologi, ekonomi dan sosial.

Pada lingkunag pesisir, memiliki kendala khusus dalam melihat implikasi dari suatu strategi pengelolaan, hal ini disebabkan karena adanya bermacam-macam aktivitas dan kelompok masyarakat sebagai pengguna, seperti rencana pengelolaan yang dibuat oleh pemerintah sering tidak dapat mencakup semua kepentingan masayarakat dan sebaliknya masyarakat menganggap sumber alam sebagai open acces resources (Raharjo, 1996)

Namun yang paling penting dalam pengelolaan ekosistem di dalam wilayah pesisir harus diingat, bahwa suatu ekosistem di wilayah pesisir tidak berdiri sendiri atau diantara beberapa ekosistem saling terkait baik secara biogeofisik, maupun secara sosioal-ekonomi; dan kelangsungan hidup suatu ekosistem juga sangat tergantung pada aktifitas manusia di darat yang dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat setempat. Dengan demikian, upaya konservasi dan pelestarian serta pengunaan sumber daya ekosistem lamun yang berkelanjutan memerlukan pengelolaaan secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumber daya alam jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh (comprehensive assesment), merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan dinamis dangan mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi budaya dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah area pesisir (stakeholder) serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada.

Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keperpihakan kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam diberikan porsi yang lebih besar.

Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai komponen utama penggerak pelestarian areal padang lamun. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem pesisir perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya alam persisir (Bengen, 2001).

Salah satu strategi penting yang saat ini sedang banyak dibicarakan orang dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk ekosistem padang lamun adalah pengelolaan berbasis masyakaratak (Community Based Management). Raharjo (1996) mengemukakan bahwa pengeloaan berbasis masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam di suatu kawasan.. Dalam konteks ini pula perlu diperhatikan mengenai karakteristik lokal dari masayakarakat di suatu kawasan. Sering dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan sumber daya alam pesisir adalah dekstrusi masayakarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata pencaharian yang tujuannya adalah untuk mangurangi tekanan terhadap sumberdaya pesisir termasuk lamun di kawasan tersebut.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian untuk mengetahui bagaimana cara membudidayakan lamun (seagrass) guna mengoptimalkan potensi pemanfaatannya. Dalam pembuatan karya tulis ini, digunakan metode :

Ø Studi Literatur

Penulis menggunakan metide literatur dalam pembuatan karya tulis ini. Dalam metode literatur ini, data-data yang diambil penulis diambil dari berbagai situs internet dan beberapa judul buku yang dapat dilihat di daftar pustaka.

Ø Studi Lapangan

Selain menggunakan studi literatur, penulis juga melakukan studi lapangan yang dilakukan di Pantai Sowan, Bancar, Tuban. Pada tanggal
18 November 2007. Disana penulis mengambil beberapa sampel dari lamun itu sendiri dan melakukan dialog dengan warga sekitar tentang isu-isu pemanfaatan dari lamun (seagrass) yang masih menjadi misteri.

Ø Eksperimen

Penulis melakukan eksperiman secara langsung dan teratur menggunakan alat, bahan, dan cara kerja yang telah ditentukan.

B. Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada lamun (seagrass) dengan melakukan percobaan seperti yang ada dalam petunjuk buku yang menjadi acuan penulis. Dengan mengambil beberapa sampel lamun (seagrass) di Pantai Sowan, Bancar Tuban.

C. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metoode studi lapangan, litelatur dan eksperimen.

EKSPERIMEN I :

· Budidaya Lamun (Seagrass) Menggunakan Metode Lepas Dasar

1. Kriteria bibit yang baik

Bibit yang akan ditanam harus yang berkualitas baik agar tanaman dapat tumbuh sehat. Kriterianya sebagai berikut :

a. Bibit yang digunakan merupakan batang muda yang bercabang banyak, rimbun, dan berujung runcing.

b. Bibit tanaman harus sehat dan tidak terdapat bercak, luka, atau terkelupas sebagai akibat terserang penyakit ice-ice atau terkena bahan cemaran berupa minyak.

c. Bibit harus seragam dan tidak boleh tercampur dengan jenis seagrass yang lain

d. Berat bibit awal diupayakan seragam, sekitar 100 g per ikatan/rumpun.

2. Penanaman (Metode Lepas Dasar)

Metode ini umumnya dilakukan di lokasi yang memiliki substrat dasar karang berpasir atau pasir dengan pecahan karang dan terlindung dari hempasan gelombang. Penulis memilih lokasi ini karena memang pada umumnya lamun memang tumbuh pada substrat dasar karang berpasir. Biasanya, lokasi dikelilingi oleh karang pemecah gelombang (barrier reef). Lokasi untuk metode ini harus memiliki kedalaman sekitar 0,5 m pada saat surut rendah dan 3 m pada saat pasang tertinggi.

Ø Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk satu blok ukuran 10 m x 10 m (1000 m2) antara lain sebagai berikut :

1. Patok kayu atau bambu panjang 1 m dengan diameter 5 cm sebanyak
55 buah.

2. Tali polietilen berdiameter 4 mm (tali ris/tali rentang) sebanyak 2 kg.

3. Tali polienten berdiameter 8 mm (tali utama) sebanyak 3 kg.

4. Tali rafia sebanyak 1 kg.

5. Alat angkut bibit atau hasil panen di air, seperti rakit bambu, ban dalam mobil dan keranjang, atau perahu dan sampan.

6. Bibit lamun (seagrass) sebanyak 200 kg.

Ø Penanaman lamun dengan metode lepas dasar dilakukan dengan cara sebagai berikut : (ilustrasi 1)

1. Ikatkan bibit pada tali ris (dapat disiapkan di darat) di tempat yang terlindung matahari maupun hujan.

2. Ikatkan bibit seberat 100 g pada tali rafia, kemudian ikatkan rumpun bibit tersebut pada tali ris dengan jarak antara ikatan lamun sekitar 25 cm.

3. Pancangkan patok-patok (tiang kayu atau bambu) pada dasar perairan. Kemudian, bentangkan tali utama diantara dua patok pada ketinggian sekitar 20-30 cm di atas dasar perairan.

4. Rentangkan tali ris pada tali utama dengan jarak antara tali ris sekitar 25 cm sehingga jarak tanam antarrumpun lamun sekitar (25x25) cm.


Gambar 1 : Ilustrasi penanaman lamun



Gambar 2 : Contoh pembudidayaan lamun

menggunakan metode lepas dasar

EKSPERIMEN II :

· Budidaya Lamun (Seagrass) Menggunakan Metode (artificial reef)

· Alat dan Bahan :

1. Beton-beton berbentuk tabung tanpa tutup, berongga, dan berukuran besar.

2. Tali tampar yang berdiameter 5 cm.

3. Perahu

4. Peralatan menyelam

· Cara Kerja :

1. Siapkan beton-beton berbentuk tabung tanpa tutup, berongga, dan berukuran besar.

Gambar 3 : Terumbu karang buatan (artificial reef)


2. Bawa beton-beton tersebut ke tengah laut dengan menggunakan perahu.


Gambar 4 : Proses pengangkutan beton-beton


3. Ikatkan tali tampar pada beton tersebut di daratan, kemudian masukkan beton-beton tersebut ke laut.

Gambar 5 : Proses pemasukan beton ke laut

4. Seseorang yang berada di darat harus menyelam ke laut untuk menata dan memotong tali beton itu.

Gambar 6 : Proses penataan dan pemotongan tali

5. Lama-kelamaan beton-beton tersebut akan ditumbuhi oleh organisme-orgenisme yang akhirnya akan menjadi terumbu karang buatan.


Gambar 7 : Tumbuhnya organisme-organisme pada beton tersebut yang akhirnya menjadi terumbu karang buatan


Keterangan : Beton-beton yang telah menjadi terumbu karang (artificial reef) ini, akan mengundang tumbuhnya lamun (seagrass).


Gambar 8 : Model terumbu karang buatan yang dipakai di Tuban.

Menurut penulis, model tabung lebih efektif karena memiliki luas permukaan bidang yang lebih luas untuk tempat tumbuhnya terumbu karang.

D. Teknik Analisis Data

Setelah melakukan studi lapangan secara langsung di Pantai Sowan, Bancar Tuban, penulis bisa mendapatkan informasi dan data untuk memperoleh lamun (seagrass) dan untuk melakukan pembudidayaan lamun guna mengoptimalkan potensi pemanfaatannya yang ditujukan untuk mendapatkan kesimpulan. Selain itu, penulis juga mendapatkan pengetahuan dari studi literatur dari beberapa situs internet yang dapat dilihat di daftar pustaka.